Eksperimen Marshmallow: Anak yang Bisa Menahan Keinginan, Cenderung Lebih Sukses

TGX News – Bayangin kamu umur lima tahun, duduk sendirian di sebuah ruangan. Di depanmu, ada satu marshmallow manis. Terus seseorang bilang, “Kalau kamu bisa nunggu 20 menit tanpa makan itu, kamu bakal dapet satu lagi.”

Kelihatannya simpel, tapi justru di situlah letak tantangannya.

Itulah inti dari Marshmallow Test, eksperimen psikologi terkenal yang digagas oleh Walter Mischel di akhir 1960-an. Mischel melakukan eksperimen ini di Taman Kanak-kanak Bing, di dalam kampus Universitas Stanford. Anak-anak usia 4–5 tahun diminta memilih: makan marshmallow sekarang, atau tunggu dan dapet dua.

Eksperimen lainnya: Eksperimen Milgram: Bahaya Bagi Manusia Ketika Menuruti Perintah Tanpa Bertanya

Hasil awalnya terbagi jadi tiga kelompok: sepertiga langsung makan marshmallow-nya, sepertiga berhasil menahan diri sampai akhir dan dapat dua, sementara sisanya mencoba nahan tapi akhirnya menyerah di tengah jalan.

Tujuan eksperimen ini awalnya sederhana: ingin tahu apa yang terjadi dalam pikiran seseorang saat harus memilih antara kepuasan sekarang atau imbalan yang lebih besar di masa depan.

Tapi yang bikin eksperimen ini melegenda bukan cuma itu. Beberapa tahun kemudian, Mischel mulai memperhatikan perkembangan anak-anak yang ikut dalam eksperimen itu.

Seorang anak tidak kuat menahan godaan memakan marshmellow.

Lewat obrolan dengan anak-anaknya sendiri yang juga sekolah di tempat yang sama, dia menyadari: anak-anak yang dulu bisa menahan diri rata-rata punya nilai sekolah yang lebih tinggi.

Rasa penasaran itu akhirnya jadi riset lanjutan. Pada 1981, Mischel mengirim kuesioner ke orang tua, guru, dan pembimbing akademik anak-anak itu. Dia nanya tentang karakter mereka, cara mereka menyelesaikan masalah, dan hubungan sosial mereka.

Hasilnya? Anak-anak yang berhasil menunggu waktu kecil ternyata punya nilai SAT rata-rata 201 poin lebih tinggi dibanding yang gagal menahan diri.

Tentu, studi lanjutan juga menunjukkan ada faktor lain seperti latar belakang keluarga dan ekonomi. Anak-anak dari keluarga mapan cenderung lebih percaya bahwa “imbalan” itu nyata, sementara anak-anak dari lingkungan yang penuh ketidakpastian lebih memilih ambil yang pasti saja: marshmallow pertama.

Yang jelas, eksperimen ini ngajarin bahwa kemampuan menunda kepuasan adalah keterampilan penting yang bisa berdampak besar dalam hidup. Dalam dunia yang serba instan seperti sekarang, belajar sabar dan berpikir jangka panjang mungkin jadi keunggulan tersendiri.

Benar kata pepatah kan, berakit-rakit kita ke hulu, berenang kita ke tepian, bersakit-sakit dahulu, baru senang kemudian.

Mischel, W., Shoda, Y., & Rodriguez, M. L. (1989). Delay of gratification in children. Journal of Personality and Social Psychology, 54(4), 687–696.

Artikel Lainnya