Pelabuhan Prigi Bersiap Jadi Pusat Ekonomi Strategis di Trenggalek

Pelabuhan Prigi, yang terletak di Trenggalek, tengah bersiap untuk menjadi pelabuhan strategis yang mendukung aktivitas ekonomi di kawasan tersebut. Proses pengembangan pelabuhan ini dimulai sejak pengajuan revisi Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) pada tahun 2014 oleh Bupati Trenggalek.

Melalui Keputusan Menteri Perhubungan No. KP 432/2017, pelabuhan prigi ditetapkan sebagai pengumpan lokal hingga tahun 2027.

Landasan Pembangunan

Dokumen-dokumen penting yang menjadi dasar pembangunan Pelabuhan Prigi mencakup studi kelayakan yang dilakukan antara tahun 2010 hingga 2011, Detail Engineering Design (DED), rencana induk pelabuhan, serta dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang telah diperbarui hingga tahun 2019.

“Penyediaan lahan seluas 11.030 m² dilakukan secara bertahap pada tahun 2018-2019 dengan penerbitan Sertifikat Hak Pakai sebagai dasar pembangunan,” ungkap Ika Merin Setyarto, Kabid Pelayaran dan Keselamatan Transportasi Dishub Trenggalek.

Pembangunan Fisik yang Berkelanjutan

Pelaksanaan fisik pembangunan pelabuhan mencakup dermaga tahap pertama, trestle, causeway, dan akses jalan pelabuhan.

“Sebenarnya, dari segi perlengkapan, pelabuhan sudah bisa untuk bersandar kapal. Namun, pembangunan belum 100 persen rampung,” tambahnya.

Dermaga yang telah terbangun memiliki dimensi 75 m x 10 m, trestle 60 m x 8 m, dan causeway 260 m x 8 m.

Rencananya, dermaga akan memiliki panjang total 150 meter, namun kelanjutan pembangunan tersebut masih menjadi tanggung jawab provinsi.

Posisi Strategis untuk Perdagangan dan Pariwisata

Sebagai pelabuhan pengumpan lokal di jalur pelayaran perintis Selatan Jawa, Pelabuhan Prigi memiliki posisi yang sangat strategis. Ini akan membuka peluang besar untuk mendukung perdagangan internasional dan pariwisata.

“Rute yang direncanakan akan menghubungkan Trenggalek ke Banyuwangi, dan sebaliknya,” jelasnya.

Pelabuhan ini juga berpotensi melayani sektor perikanan dengan penyandaran kapal kontainer hasil laut serta mendukung wisata regional, termasuk Blitar, Kediri, dan Trenggalek.

“Maksimal kapal yang bisa bersandar di sini adalah 5000 DWT dengan muatan maksimal 25.000 ton,” imbuhnya.

Masih Punya Kendala

Untuk menunjang operasional pelabuhan, diperlukan jasa pendukung seperti koperasi trucking, penyediaan air bersih, bahan bakar minyak (BBM), dan pergudangan. Kerjasama dengan desa-desa sekitar juga dinilai penting untuk menambah kapasitas gudang guna mendukung kelancaran logistik.

Kendala utama dalam pengembangan pelabuhan ini adalah belum tersedianya muatan balik untuk pelayaran perintis serta kesenjangan pembangunan antara wilayah pantai utara dan selatan Jawa Timur.

“Kami sudah berupaya untuk mengoperasionalkan itu, tetapi masalahnya belum ada komoditas yang dibawa keluar. Jadi, kami hanya menunggu komoditasnya,” paparnya.

Sebagai solusi, tracing data pasar dilakukan untuk memahami kebutuhan barang yang masuk dan keluar, guna meningkatkan efektivitas operasional pelabuhan. Selain itu, strategi seperti penyelesaian tata ruang pelabuhan, izin reklamasi, dan peningkatan konektivitas dengan Jalan Lintas Selatan (JLS) juga sedang diupayakan.

Artikel Lainnya