Demonstran Geram, Diduga Sinyal Internet Diblokir Saat Aksi

 TGX | TRENGGALEK- Peristiwa demonstrasi di Trenggalek menjadi sorotan karena adanya dugaan pemblokiran akses internet selama aksi berlangsung. 

Dugaan ini dikeluhkan oleh massa aksi, terutama dari kalangan mahasiswa.

Tak hanya massa aksi, sejumlah awak media yang sedang meliput di lokasi juga turut mengeluhkan hal ini.

Pemblokiran akses internet itu bermula ketika Orator Aksi, Rian mengajak massa aksi untuk melakukan siaran langsung.

“Kawan-kawan keluarkan HP kalian, live-kan ke media sosial,” ujar Rian saat berorasi.

Sayangnya, upaya untuk menyiarkan langsung aksi unjuk rasa itu terhambat karena akses internet di sekitar lokasi diduga diblokir oleh pihak tertentu.

“Tadi teman-teman mau live, ternyata nggak bisa. Sinyal di HP tiba-tiba hanya E,” jelas Ketua GMNI Trenggalek, Mochamad Sodik Fauzi.

Pembatasan akses internet ini dinilai terlalu berlebihan karena mengganggu hak masyarakat untuk mengakses serta menyebarkan informasi. 

“Ini merupakan tindakan represif dan pembungkaman terhadap suara rakyat. Kami mengecam tindakan ini,” lanjut Sodik.

Sedangkan, seorang jurnalis media online, Candra Sofyan mengungkapkan bahwa ia tidak bisa melakukan siaran langsung akibat dugaan adanya pemblokiran tersebut. 

“Di dalam pendapa masih bisa live, tapi saat bergeser ke lokasi unjuk rasa di depan pendapa, tiba-tiba sinyal hilang dan berganti menjadi edge,” ungkap Candra.

Tindakan ini dipandang sebagai upaya yang mengancam kebebasan pers karena mengganggu proses kerja jurnalistik. 

“Ini adalah bagian dari upaya menghalangi kerja jurnalistik. Kita perlu waspada, karena tindakan seperti ini bisa saja dilakukan kembali untuk membatasi akses informasi masyarakat,” tambah Candra. 

Candra juga menambahkan bahwa tidak lama setelah unjuk rasa rampung, akses internet kembali normal.

Kritik serupa juga disampaikan oleh anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Hammam Defa yang menilai pembatasan akses internet sebagai ancaman terhadap kebebasan berpendapat dan kebebasan pers.

“Ini adalah ancaman nyata bagi kerja-kerja jurnalistik maupun hak sipil dalam mengakses dan menyebarkan informasi. Tindakan seperti ini sangat berbahaya, dan bisa saja diulang jika dianggap mengancam citra institusi tertentu,” tegas Hamam. (MLA)

Artikel Lainnya