Kobam Soal Tambang Minerba dan Penambangan atas Nilai-nilai Aswaja |
TGX– Kata ‘ulama nambang’ menjadi salah satu plesetan netizen lantaran pernyataan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang menerima dan meminta izin tambang.
Pasalnya, belakang warga net sempat heboh dengan pemberian prioritas izin tambang pada ormas keagamaan oleh Presiden Indonesia, Jokowi Dodo.
Menyikapi hal ini, Pusat Kajian Filsafat dan Teologi (PKFT) Tulungagung menggelar dialog publik untuk mengulas kembali perihal skema tambang minerba dan fenomena ulama nambang.
Dalam acara bertajuk ‘Kongkow Bareng Mahasiswa (Kobam)’ tersebut juga menghadirkan Akademisi Nahdliyyin Akar Rumput, Gusdurian Tulungagung dan GP Anshor Tulungagung.
Dalam acara tersebut, GP Anshor Tulungagung menjelaskan bahwa dalam nilai-nilai Ahlu Sunnah Wal Jamaah (Aswaja) terdapat tata kelola menjaga lingkungan.
Lebih lanjut, pihak Ketua LKR PC Ansor Tulungagung, M. Kholid Thohiri juga menyampaikan bahwa tata kelola dari Nahdlatul Ulama (NU) dapat lebih baik daripada pengelolaan tambang saat ini.
“Kalau ada yang mencibir NU karena mau mengambil tawaran Jokowi (tambang, red) itu mengkhianati lingkungan, menurut saya tafsir itu tergesa-gesa,” jelas Kholid.
Merespon pertanyaan dari GP Ansor Tulungagung, pihak Gusdurian Tulungagung justru secara tegas menolak ormas keagamaan untuk menguasai tambang.
Sekjend Gusdurian Tulungagung, Habiburrahman Tamba memaparkan bahwa kemudharatan dari tata kelola tambang lebih banyak ketimbang kebermanfaatannya.
“Mulai dari pembukaan lahan, penambangan hingga pendistribusian saja banyak mudharatnya. Apakah itu bisa diminimalisir? Nyatanya belum,” papar Tamba.
Di sisi lain, berdasarkan kacamata dari kubu akademisi, tata kelola tambang dari (NU) masih perlu pengkajian lebih lanjut.
Perwakilan Akademisi Nahdliyyin Akar Rumput, A. Zahid mengungkapkan bahwa ketika konsep pengelolaan tambang ala NU telah teruji, maka tidak ada salahnya untuk mengambil Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
“Persoalannya saat ini kami menunggu bagaimana prosedur pengelolaan tambang yang tidak merusak lingkungan. Kami ingin melihat bagaimana PBNU mengelola tambang supaya tidak sama seperti kapitalis dari luar,” tandas Zahid.
Hal ini menunjukkan bahwa sebelum PBNU meminta izin pengelolaan tambang, seyogyanya para akademisi dan aktivis NU melakukan pengkajian lebih lanjut.
Kondisi ini diperlukan supaya pengelolaan tambang yang nantinya akan dilakukan oleh ormas keagamaan tidak akan menambah rentetan kerusakan lingkungan.***